Dari sudut pandang 1:
Sebuah desa yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. hidup seorang ibu tua yang menghuni rumah reot, rumah yang di tinggalkan almarhum suaminya. Beliau hidup seorang diri. Setelah beberapa tahun terakhir ini, Bejo anak sematawayangnya memilih untuk merantau ke kota, untuk mengharapkan hidup yang lebih baik. Walau begitu beliau selalu semangat dalam melakukan aktifitasnya, semuanya dilakukan sendiri.
"hey nek, apakah yang mendorong anda tetep semangat melakukan hal ini" tanya seorang pemuda yang sudah akrab dengan nenek itu
"iya, walaupun saya sudah tua, saya masih memiliki harapan bersar pada anak saya" sahut nenek
"Bejo...???" tanya si pemuda.
"Iya Bejo, anakku siapa lagi..." jawab nenek semangat.
"oh..iya ngomong - ngomong dimana bejo tinggal" pemuda itu menanyakan keberadaan anak sulung nenek tersebut.
Dengan bangga, nenek tersebut menjawab, "Syukurlah, sekarang hidup Bejo sudah enak. Dia bekerja sebagai petugas kebersihan di gedung tinggi."
Begitu besar harapan itu muncul dari lubuk hati nenek terhadap anaknya. Mungkin saja hidupnya sudah tidak berarti tanpa harapan itu. Hatinya selalu menunggu, merindukan kabar anak yang di banggakannya.
Dari sudut pandang 2:
Di sebuah gedung perkantoran di tengah kota yang sibuk. Seorang bos berdasi menanyakan tentang seorang pegawai yang tampak lusuh. Dengan gugup, manajernya menjawab, "Namanya Bejo pak! Pegawai rendahan di bagian kebersihan. Sayang, nasibnya tidak sebaik namanya.".
"kamu Bejo....????" tanya si bos.
"I...Iya pak..." dengan nada menghormat Bejo menjawab.
"Hahahaha.... jo... Bejo..., kamu memang Bejo kerja disini" di bos merendahkan Bejo.
"Saya akan bekerja dengan baik di sini pak.." jawab Bejo
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, setahun sudah bejo kerja jadi Cleaning Service. Seakan tidak ada perubahan pada dirinya, selalu saja Bejo jadi bahan ejek atasannya.
Betapa relatifnya nilai sebuah pekerjaan. Dari satu sudut pandang, sesuatu yang dibanggakan ternyata tak ubahnya cemoohan. Namun dari sudut lain, sebuah ejekan ternyata sumber harapan panjang. Begitulah bila pikiran mulai menilai-nilai apa yang disebut "kemujuran" hidup, maka pada saat yang sama ia memisah-misahkan orang ke dalam kelas-kelas yang berbeda. Padahal, melalui tatapan hati nurani, tiadalah lebih berharga jabatan tinggi di hadapan jabatan rendah. Ketika anda menghargai dan membebaskan diri dari peringkat-peringkat "keberuntungan", di saat itu anda mampu mendengar bisikan nurani.
Sama halnya dengan tinggi rendahnya derajat seseorang, kaya miskinnya kehidupan seseorang, yang memiliki kedudukan tinggi atau rendah di masyarakat, yang mempunyai wajah rupawan atau biasa - biasa saja, hidup di kota atau di desa. Semuanya akan menghadap sang Pencipta, Alloh SAW. Dan bukanlah pembeda semua itu dimataNya.
Demikian segelintir tulisan ini, semoga menjadi renungan bagi kita,
semoga bermanfaat.
Terima kasih.
Baca Juga Artikel Yang Lain:
- Kumpulan Artikel Motivasi
- Kumpulan Aetikel Photoshop
- Relatifnya Hidup Ini
- Merasa Bisa Mengendalikannya