Semenjak melihat dunia ia sudah memiliki
insting, ULAT DAUN itu mulai berjalan mencari daun segar untuk ia makan,
setelah merasa kenyang ia istirahat menikmati hangatnya sinar matahari pagi, selang beberapa waktu ia berak,
mengeluarkan sebagian besar isi perutnya. Semua kegiatan dalam sehari sudah
tertata rapi.
Memang kegiatannya sangatlah monoton, makan,
berjemur, istirahat, berak, makan lagi. Begitu seterusnya. Ia berjalan – jalan hanyalah
di sekitar ranting pohon itu karena memang dunianya hanyalah ranting pohon itu. Begitulah ia menjalani hidup selama menjadi seekor ulat.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu,
ULAT DAUN itu mulai memasuki akhir – akhir masanya hidup di pohon tersebut. Ia berubah
menjadi kepompong. Setelah beberapa minggu tibalah saatnya ia melihat dunia
barunya. Kupu – kupu itu terbang jauh, jauh dari pohon satu ke pohon yang lain,
dari kebun satu ke kebun yang lain. Bahkan ada yang berimigrasi ratusan
kilometer, jauh dari tempat kelahirannya. Sangatlah jauh berbeda antara
kehidupan Ulat dan kehidupan Kupu – kupu.
Itulah gambaran seseorang yang melihat dunia,
apa yang ia lihat, apa yang ia fikirkan dan apa yang ia dengar telah memberikan
kemampuan padanya untuk melihat dunia. Orang – orang yang besar selalu membuka
fikirannya untuk melihat dunia.
Tindakan anda merupakan cermin bagaimana anda
melihat dunia. Sementara dunia anda tidaklah lebih luas dari pikiran anda
tentang diri anda sendiri. Itulah mengapa kita diajari untuk berprasangka
positif pada diri sendiri, agar kita bisa melihat dunia lebih indah, dan
bertindak selaras dengan kebaikan – kebaikan yang ada dalam fikiran kita. Padahal
dunia tidak butuh penilaian apa – apa dari kita.
Dunia hanya memantulkan apa yang ingin kita
lihat.
Dunia hanya menggemakan apa yang ingin kita
dengar.
Bila kita takut menghadapi dunia sesungguhnya
kita takut menghadapi diri sendiri.
Maka, bukan soal apakah kita berprasangka
positif atau negatif terhadap diri sendiri. Lebih dari itu, kita perlu jujur
melihat diri sendiri apa adanya. Dan duniapun menampakan realitanya yang selama
ini tersembunyi dibalik penilaian – penilaian kita.
By. Iwan Setiawan (ktr PDD) at 09:23