Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang
lebih awal menjelang ashar.
Fatimah binti Rasulullah menyambut kedatangan suaminya yang
sehari suntuk mencari rezeki dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa uang lebih
banyak karena keperluan di rumah makin besar. Sesudah melepas lelah, Ali
berkata kepada Fatimah. "Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang
sepeserpun." Fatimah menyahut sambil tersenyum, "Memang yang mengatur
rezeki tidak duduk di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah
Ta'ala." "Terima kasih," jawab Ali. Matanya memberat lantaran
isterinya begitu tawakal. Padahal keperluan dapur sudah habis sama sekali.
Walau demikian Fatimah tidak menunjukan sikap kecewa atau sedih.
Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan shalat
berjamaah. Sepulang dari shalat, di jalan ia dihentikan oleh seorang tua.
"Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?" Ali
menjawab dengan heran. "Ya betul. Ada apa, Tuan?". Orang tua itu
mencari kedalam kantongnya sesuatu seraya berkata: "Dahulu ayahmu pernah
kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar upahnya, ayahmu sudah
meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya."
Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.
Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang
tidak di sangka-sangka ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh
membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi merisaukan keperluan
sehari-hari.
Ali pun bergegas berangkat ke pasar. Sebelum masuk ke dalam
pasar, ia melihat seorang fakir menadahkan tangan, "Siapakah yang mau
menghutangkan hartanya karena Allah, bersedekahlah kepada saya, seorang musafir
yang kehabisan bekal di perjalanan." Tanpa berfikir panjang, Ali memberikan
seluruh uangnya kepada orang itu.
Pada waktu ia pulang dan Fatimah keheranan melihat suaminya
tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya.
Fatimah, masih dalam senyum, berkata, "Keputusan kanda adalah yang juga akan
saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih baik kita menghutangkan
harta karena Allah daripada bersifat bakhil yang di murkai-Nya, dan yang
menutup pintu syurga untuk kita."
Sumber : Kisah Teladan
http://www.pesantrenonline.com/