“Sedikit Renungan cerita buat kita yang banyak
hikmahnya jika kita mau mengkajinya”
Hari pernikahanku. Hari yang paling bersejarah
dalam hidup. Seharusnya saat itu aku
menjadi makhluk yang paling berbahagia. Tapi
yang aku rasakan justru rasa haru biru.
Betapa tidak. Di hari bersejarah ini tak ada
satu pun sanak saudara yang menemaniku ke
tempat mempelai wanita. Apalagi ibu. Beliau
yang paling keras menentang
perkawinanku.Masih kuingat betul perkataan ibu
tempo hari,
“Jadi juga kau nikah sama buntelan karung
hitam’ itu ….?!?” Duh……, hatiku sempat
kebat-kebit mendengar ucapan itu. Masa calon
istriku disebut ‘buntelan karung hitam’.
“Kamu sudah kena pelet barangkali Yanto. Masa
suka sih sama gadis hitam, gendut
dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan
cacat kakinya. Lebih tua beberapa tahun lagi
dibanding kamu !!” sambung ibu lagi.
“Cukup Bu! Cukup! Tak usah ibu menghina
sekasar itu. Dia kan ciptaan Allah.
Bagaimana jika pencipta-Nya marah sama ibu…?”
Kali ini aku terpaksa menimpali ucapan
ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat
tersinggung mendengar ucapanku.
“Oh…. rupanya kau lebih memillih perempuan itu
ketimbang keluargamu. baiklah
Yanto. Silahkan kau menikah tapi jangan harap
kau akan dapatkan seorang dari kami ada di
tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa
perempuan itu ke rumah ini !!”
DEGG !!!!
“Yanto…. jangan bengong terus. Sebentar lagi
penghulu tiba,” teguran Ismail
membuyarkan lamunanku.
Segera kuucapkan istighfar dalam hati.
“Alhamdulillah penghulu sudah tiba. Bersiaplah
…akhi,” sekali lagi Ismail memberi
semangat padaku.
“Aku terima nikahnya, kawinnya Shalihah binti
Mahmud almarhum dengan mas
kawin seperangkat alat sholat tunai !”
Alhamdulillah lancar juga aku mengucapkan aqad
nikah.
“Ya Allah hari ini telah Engkau izinkan aku
untuk meraih setengah dien.
Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang
lain.”
Di kamar yang amat sederhana. Di atas dipan
kayu ini aku tertegun lama.Memandangi
istriku yang tengah tertunduk larut dalam dan
diam. Setelah sekian lama kami saling
diam,
akhirnya dengan membaca basmalah dalam hati
kuberanikan diri untuk menyapanya.
“Assalamu’alaikum …. permintaan hafalan
Qur’annya mau di cek kapan De’…?”
tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sejak
tadi disembunyikan dalam tunduknya.
Sebelum menikah, istriku memang pernah meminta
malam pertama hingga ke sepuluh agar
aku membacakan hafalan Qur’an tiap malam satu
juz. Dan permintaan itu telah aku setujui.
“Nanti saja dalam qiyamullail,” jawab istriku,
masih dalam tunduknya. Wajahnya yang
berbalut kerudung putih, ia sembunyikan
dalam-dalam. Saat kuangkat dagunya, ia seperti
ingin menolak. Namun ketika aku beri isyarat
bahwa aku suaminya dan berhak untuk
melakukan itu , ia menyerah.
Kini aku tertegun lama. Benar kata ibu ..bahwa
wajah istriku ‘tidak menarik’.
Sekelebat pikiran itu muncul ….dan segera aku
mengusirnya.
Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola
mataku.
“Bang, sudah saya katakan sejak awal ta’aruf,
bahwa fisik saya seperti ini. Kalau
Abang kecewa, saya siap dan ikhlas. Namun bila
Abang tidak menyesal beristrikan saya,
mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan yang
banyak untuk Abang. Seperti
keberkahan yang Allah limpahkan kepada Ayahnya
Imam malik yang ikhlas menerima
sesuatu yang tidak ia sukai pada istrinya.
Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah
yang dibacakan ibunya Imam Malik pada suaminya
pada malam pertama pernikahan
mereka,” …
Dan bergaullah dengan mereka (istrimu) dengat
patut (ahsan). Kemudian bila kamu
tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah)
karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya
kebaikan yang banyak.”(QS An-Nisa:19)
Mendengar tutur istriku, kupandangi wajahnya
yang penuh dengan air mata itu lekat-
lekat. Aku teringat kisah suami yang rela
menikahi seorang wanita yang memiliki cacat itu.
Dari rahim wanita itulah lahir Imam Malik,
ulama besar ummat Islam yang namanya abadi
dalam sejarah.
“Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka
turunkanlah rasa cinta dan kasih
sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku
dapat mencintai dan menyayanginya
dengan segenap hati yang ikhlas.”
Pelan kudekati istriku. Lalu dengan bergetar,
kurengkuh tubuhya dalam dekapku.
Sementara, istriku menangis tergugu dalam
wajah yang masih menyisakan segumpal ragu.
“Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima
saya, Bang. Sungguh… saya siap
menerima keputusan apapun yang terburuk,”
ucapnya lagi.
“Tidak…De’. Sungguh sejak awal niat Abang
menikahimu karena Allah. Sudah
teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak
menghiraukan ketika seluruh keluarga memboikot
untuk tak datang tadi pagi,” paparku sambil
menggenggam erat tangannya.
Malam telah naik ke puncaknya pelan-pelan.
Dalam lengangnya bait-bait do’a
kubentangkan pada Nya.
“Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan
wanita dapat mendatangkan cinta
buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih
istri karena rupa yang cantik karena aku
ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi saksikanlah
malam ini akan kubuktikan bahwa
cinta sejatiku hanya akan kupasrahkan pada-Mu.
Karena itu, pertemukanlah aku
dengan-Mu dalam Jannah-Mu !”
Aku beringsut menuju pembaringan yang amat
sederhana itu. Lalu kutatap raut wajah
istriku denan segenap hati yang ikhlas. Ah, ..
sekarang aku benar-benar mencintainya.
Kenapa tidak? Bukankah ia wanita sholihah
sejati. Ia senantiasa menegakkan malam-
malamnya dengan munajat panjang pada-Nya.
Ia senantiasa menjaga hafalan KitabNya. Dan
senantiasa melaksanakan shoum sunnah
Rasul Nya.
“…dan diantara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-
tandingan selain Allah. Mereka mencintainya
sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang yang beriman amat sangat
cintanya pada Allah …” (QS. al-
Baqarah:165)
=========================================
Ya Allah sesungguhnya aku ini lemah , maka
kuatkanlah aku dan aku ini hina maka
muliakanlah aku dan aku fakir maka kayakanlah
aku wahai Dzat yang maha Pengasih
Sumber : cerpenislami
Shared By Kisah Penuh Hikmah